Gosiplicius – Public figure Deddy Corbuzier buka suara setelah Ammar Zoni dikabarkan kembali terseret dalam kasus narkoba dan dipindahkan ke Lapas Nusakambangan. Ia mempertanyakan prosedur pemindahan, terutama alasan mata Ammar ditutup. “Matanya ditutup. Gua masih nggak ngerti kenapa matanya ditutup,” ucap Deddy lewat unggahan Instagram Jumat (17/10).
Deddy Corbuzier menggambarkan bahwa Ammar dipindahkan dengan pengamanan tinggi tangan dan kaki diborgol, mata ditutup. Menurutnya, tindakan itu bertanya: apakah prosedur seperti ini wajar atau berlebihan? Dalam opini saya, prosedur keamanan memang penting, namun publik punya hak tahu apakah prosedur itu sesuai standar hukum dan kemanusiaan.
“Baca Juga : Gigi Hadid Kembali Bersinar di Victoria’s Secret Fashion Show 2025”
Tak hanya soal prosedur, Deddy juga mengomentari kondisi Nusakambangan yang menjadi tempat tujuan pemindahan. Ia menyebut bahwa lapas ini memiliki sel “satu orang satu sel” yang sangat sempit. Bagi saya, kritik ini relevan lingkungan penjara maksimum semestinya mempertimbangkan kondisi fisik dan psikologis napi, bukan semata isolasi ekstrem.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena Ammar Zoni sebelumnya pernah terjerat sejumlah kasus narkoba. Kini ia diduga menjadi otak peredaran narkoba di dalam lapas Salemba. Pernyataan Deddy menjadi refleksi dari keraguan publik tentang apakah sistem penjara dan pengawasan cukup efektif.
“Simak Juga : Ammar Zoni dan Babak Baru di Nusakambangan”
Deddy menyatakan ingin membahas kasus narkoba lebih mendalam lewat podcast dengan pakar. Ia bahkan menyinggung nama Coki Pardede, yang pernah tersandung kasus serupa. “Ada yang punya teleponnya Coki Pardede nggak?” candanya. Langkah ini menunjukkan niatnya agar publik tidak hanya menonton, tetapi memahami akar masalah narkoba dari berbagai perspektif.
Dalam pandangan saya, kritik Deddy menyiratkan dua hal penting: transparansi dalam proses hukum dan kehormatan hak asasi manusia dalam penanganan napi. Pemindahan dengan pengamanan super maksimum tak boleh melewati batas etika. Jika negara ingin menegakkan hukum, ia juga wajib menjaga martabat. Publik makin menanti penjelasan resmi agar keadilan tak hanya dipersepsikan, tetapi nyata.