Uya Kuya Ajukan Restorative Justice Usai Temui Pelaku Penjarahan Rumahnya
Gosiplicious – Uya Kuya, atau Surya Utama, bersama sang istri Astrid Khairunnisa, mendatangi Polres Metro Jakarta Timur pada 3 September 2025. Kehadiran mereka bukan hanya untuk menjalani proses hukum, melainkan juga untuk bertemu langsung dengan salah satu pelaku penjarahan rumah mereka yang terjadi di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, pada 30 Agustus 2025. Pertemuan tersebut menandai langkah awal dalam upaya penyelesaian masalah melalui jalur damai.
Dalam pertemuan itu, Uya Kuya dibuat terkejut saat mengetahui identitas salah satu pelaku. Ternyata, pelaku adalah seorang perempuan berusia 50 tahun yang bekerja sebagai tukang parkir bersama suaminya. Kehidupan sehari-hari pelaku penuh dengan kesulitan, karena ia harus menghidupi anak serta cucunya. Fakta inilah yang membuat Uya Kuya dan sang istri menaruh rasa iba pada kondisi pelaku.
Salah satu barang yang digondol pelaku adalah pendingin ruangan atau AC. Menurut pengakuan pelaku, barang tersebut diambil tanpa benar-benar mengetahui apa yang dibawanya. Ia hanya melihat ada benda yang tergeletak di rumah Uya dan membawanya tanpa banyak berpikir. Hal ini memperlihatkan bahwa tindakannya lebih dipicu situasi massa ketimbang rencana pribadi.
Baca Juga : CBI Luncurkan Aplikasi SkorKu, Bantu Warga Tingkatkan Skor Kredit
Melihat kondisi pelaku dan mendengar langsung ceritanya, Uya kemudian mengambil langkah bijak dengan mengajukan restorative justice. Ia mengajukan permohonan tersebut kepada pihak kepolisian dengan harapan kasus tidak dilanjutkan ke tahap hukum berikutnya. Keputusan ini bukan hanya bentuk kebaikan hati, tetapi juga simbol bahwa Uya Kuya memilih untuk memaafkan pelaku sepenuhnya.
Menurut Uya, pengajuan restorative justice menjadi tanda bahwa dirinya sudah ikhlas. Ia tidak lagi mempermasalahkan barang-barang yang hilang, melainkan lebih memilih untuk melihat persoalan ini dari sisi kemanusiaan. Uya menyebut bahwa memaafkan adalah langkah terbaik agar pelaku bisa kembali menjalani hidup tanpa beban hukum yang berat.
Penjarahan rumah Uya Kuya tidak terjadi begitu saja. Aksi ini bermula dari pernyataan Uya terkait alasan dirinya berjoget di sidang MPR pada 15 Agustus 2025. Unggahan ulang video joget lamanya dengan narasi tentang gaji dan tunjangan anggota DPR membuat publik marah. Dalam kondisi ekonomi masyarakat yang sulit, sikap Uya dianggap tidak sensitif dan menimbulkan kecaman luas.
Viralnya video tersebut semakin memperburuk keadaan. Publik menilai Uya Kuya, sebagai anggota DPR non-aktif sekaligus publik figur, tidak menunjukkan empati pada kondisi sosial. Situasi ini kemudian berkembang menjadi amarah kolektif yang berujung pada aksi massa, hingga rumah pribadinya di Duren Sawit dijarah dan rusak akibat serangan emosi publik.
Meskipun menjadi korban, Uya Kuya menegaskan bahwa ia memilih untuk ikhlas. Ia menyadari bahwa tindakan massa dipengaruhi oleh kondisi sosial dan kemarahan publik yang sudah memuncak. Dengan langkah restorative justice, Uya ingin memberikan pesan bahwa penyelesaian masalah tidak selalu harus melalui jalur hukum yang keras, tetapi bisa dengan jalan damai.
Kasus Uya Kuya membuka mata banyak pihak mengenai pentingnya konsep restorative justice. Mekanisme ini tidak hanya memberikan ruang bagi korban untuk memaafkan, tetapi juga memberi kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki kesalahan tanpa harus menjalani proses hukum yang panjang. Restorative justice dianggap lebih manusiawi karena berfokus pada pemulihan, bukan sekadar hukuman.