
Gosip Licious – Isu syarat damai Erika Carlina dengan cepat menyebar dan memicu berbagai spekulasi di tengah proses mediasi yang sedang berjalan antara Erika Carlina dan DJ Panda. Publik dibuat penasaran setelah muncul narasi bahwa Erika diduga mengajukan sejumlah permintaan khusus sebagai syarat perdamaian terkait kasus dugaan pengancaman. Namun, informasi tersebut segera diklarifikasi pihak kuasa hukum. Di tengah gempuran opini publik, Erika tetap memilih diam, sementara kuasa hukumnya menegaskan bahwa kliennya justru berada pada posisi penerima penawaran. Situasi ini memperlihatkan betapa rentannya proses mediasi ketika diselimuti tekanan sosial, opini liar, serta tuntutan publik yang sering kali tidak sejalan dengan fakta hukum yang sebenarnya.
Pihak syarat damai Erika langsung dibantah tegas oleh kuasa hukum, Mohammad Faisal. Ia menyampaikan bahwa Erika tidak pernah mengajukan persyaratan apa pun kepada DJ Panda, baik secara tertulis maupun lisan. Menurutnya, Erika berada di posisi pihak yang menerima tawaran, bukan pihak yang meminta atau menentukan ketentuan tertentu. Pernyataan tersebut disampaikan untuk menepis kesan bahwa Erika mempersulit proses damai. Di tengah maraknya pemberitaan yang menyudutkan, klarifikasi ini dianggap penting untuk menjaga agar opini publik tidak bergeser jauh dari fakta. Faisal juga menegaskan bahwa pihaknya hanya ingin mengetahui isi penawaran dari terlapor tanpa menambahkan syarat subjektif apa pun.
Kebuntuan pada mediasi pertama dalam kasus syarat damai Erika ternyata tidak berasal dari pihak Erika, melainkan dari pihak DJ Panda yang belum menyerahkan proposal perdamaian tertulis. Proposal ini dianggap penting sebagai dasar pertimbangan korban sebelum mengambil keputusan. Ketiadaan dokumen tersebut membuat proses tidak bisa berjalan sesuai harapan dan menimbulkan kesan buntu. Ketidaksiapan ini kemudian memicu berbagai spekulasi liar yang menyudutkan Erika, seolah-olah ia menjadi penghambat proses damai. Padahal, menurut kuasa hukum, justru pihak terlapor yang belum memberikan langkah konkret untuk melanjutkan proses restorative justice. Situasi ini membuat publik lebih memahami bahwa kebuntuan bukan berasal dari pihak korban.
Dalam mekanisme restorative justice, syarat damai Erika tidak pernah muncul sebagai tuntutan. Kuasa hukum menjelaskan bahwa posisi Erika sepenuhnya sebagai penerima penawaran. Keputusan menerima atau menolak sepenuhnya berada di tangan korban, sementara perumusan proposal adalah kewajiban terlapor sebagai pihak yang meminta damai. Dengan demikian, publik diharapkan tidak terburu-buru menyimpulkan bahwa Erika memberikan syarat tertentu. Erika saat ini masih mempelajari proposal yang baru diserahkan pada mediasi kedua. Proses ini dilakukan dengan hati-hati karena menyangkut perasaan, harga diri, serta pertimbangan hukum. Sikapnya menunjukkan kedewasaan dalam merespons masalah yang menyita perhatian publik tersebut.
“Baca Juga : Resmi Bercerai dari Erin, Andre Taulany Ungkap Rasa Lega: “Alhamdulillah””
Pihak kuasa hukum mengungkapkan bahwa inti syarat damai Erika sebenarnya bukan syarat, melainkan harapan sederhana. Erika hanya ingin DJ Panda mengakui perbuatannya secara tulus tanpa berbelit-belit. Ia tidak menuntut sesuatu yang sifatnya materiil atau subjektif, melainkan sebuah pengakuan yang menunjukkan tanggung jawab moral. Bagi Erika, pengakuan tersebut penting sebagai bentuk ketulusan dan itikad baik sebelum berbicara tentang perdamaian. Harapan ini muncul setelah sebelumnya terdapat kesan bahwa DJ Panda masih menyangkal sebagian perbuatannya. Dengan demikian, sikap Erika bukan untuk memperberat perkara, melainkan menegaskan pentingnya kejujuran dalam proses penyelesaian konflik.
Proses syarat damai Erika dalam jalur restorative justice sebenarnya diprakarsai oleh pihak DJ Panda. Sejak pertemuan pertama hingga yang kedua, undangan datang dari pihak terlapor yang ingin menyelesaikan kasus ini secara damai. Kuasa hukum Erika memastikan mereka selalu memenuhi panggilan sebagai bentuk penghormatan terhadap proses hukum. Pertemuan lanjutan kemungkinan besar masih akan dilakukan untuk menyelaraskan proposal perdamaian yang telah diajukan. Namun, Faisal menegaskan satu hal: restorative justice hanya dapat berlangsung jika Erika berkenan. Dengan kata lain, semua kembali kepada korban yang berhak menentukan apakah ia menerima atau menolak penawaran damai tersebut.
Proses mediasi masih menyisakan banyak pertanyaan bagi publik, terutama terkait kelanjutan syarat damai Erika. Keputusan akhir berada di tangan Erika, dan publik menunggu apakah ia akan menerima tawaran tersebut atau memilih melanjutkan proses hukum. Situasi ini menunjukkan bagaimana dinamika sosial, tekanan publik, serta tanggung jawab moral memengaruhi jalannya mediasi. Banyak yang berharap penyelesaian terbaik bisa dicapai tanpa memperpanjang luka kedua belah pihak. Namun, kejujuran, ketulusan, dan itikad baik tetap menjadi kunci utama. Selama itu terpenuhi, peluang perdamaian masih terbuka luas.